Mahadewa Guan Gong
Sang Penjaga Dharma
Ilustrasi Gambar - Atas ke Bawah :
Atas - Rupang/Kim Sin Mahadewa Guan Gong yang dapat kita temui di salah
satu Altar Puja di Kelenteng Tien Kok Sie - Pasar Gede - Solo
Bawah - Patung Raksasa Mahadewa Guan Gong di sebuah Bukit/Gunung di
Jinguashi - Taipei, Taiwan. Di sini Guan Gong terlihat sedang duduk
membaca Kitab Chun Qiu yang ditulis oleh Nabi Kong Zi/Khong Hu Cu yang
konon sering dibacanya.
Mahadewa Guan Gong (Kwan Kong - dalam dialek Hokkian)
adalah dewa yang sangat luas dikenal dan salah satu yang paling banyak
dipuja di kalangan masyarakat Tionghoa. Guan Gong dihormati oleh para
penganut Agama Tao, Agama Buddha dan penganut Agama Khong Hu Cu di
Tiongkok. Di kalangan masyarakat kebanyakan - Mahadewa Guan Gong ini
juga sangat dihormati - dan gambar serta rupang/patung-nya sering kita
jumpai di rumah-rumah pribadi orang Tionghoa. Di Gedung PMS -
Perkumpulan Masyarakat (Tionghoa) Surakarta - juga terlihat sebuah
Poster Besar dari Mahadewa Guan Gong terpasang dengan megah di ruang
depan.
Mahadewa Guan Gong di kalangan masyarakat Tionghoa dikenal sebagai
lambang dari Kesetiaan, Kejujuran, Keadilan - sifat Ksatria yang tak
tergoyahkan oleh godaan dunia - sikap pegang janji dan sikap dapat
dipercaya. Pada masa hidupnya - beliau adalah seorang Panglima Perang
kenamaan yang hidup pada tahun 160 - 219 Masehi. Ia hidup pada masa San
Guo / Sam Kok dan bernama asli Guan Yu (Koan I dalam dialek Hokkian).
Riwayat sang Panglima Besar ini - dengan segala kebesaran jiwa dan
keluhuran wataknya sebagai manusia dilukiskan dengan sangat indah dalam
novel San Guo - Kisah Tiga Kerajaan - yang amat terkenal itu.
Panglima Besar ini mengangkat dua orang sebagai saudara angkat - yaitu
Liu Bei sebagai saudara tua dan Zhang Fei sebagai saudara muda. Dalam
Kisah Tiga Kerajaan - kita akan belajar banyak tentang makna
persaudaraan sejati - kedalaman sifat setia, kejujuran dan sifat ksatria
dari Guan Gong. Karenanya - momen ketika tiga bersaudara ini mengangkat
tali persaudaraan di sebuah Kebun Persik - menjadi salah satu obyek
lukisan Tiongkok yang sangat terkenal. Demikian pula - momen ketika
mereka- tiga bersaudara - bahu membahu dalam pertempuran melawan seorang
Panglima Perang tangguh bernama Lu Bu - menjadi obyek lukisan yang
sangat menarik. Ke dua lukisan itu menggambarkan kehangatan - ketulusan
hubungan batin antar saudara yang dilandasi oleh rasa persaudaraan
murni. Sebagai bagian dari pendidikan Budi Pekerti - bahkan hingga
sekarang banyak anak-anak Sekolah Dasar di Jepang diperkenalkan dengan
Kisah Tiga Kerajaan / San Guo ini. Ketika beberapa waktu yang lalu
seorang teman saya yang berkebangsaan Vietnam berkunjung ke rumah saya
dan melihat koleksi rupang/patung Mahadewa Guan Gong yang saya miliki -
ia pun langsung mengenalinya dan mengatakan bahwa Guan Gong juga
merupakan bagian dalam budaya di negaranya - figur Guan Gong dikenal
oleh hampir semua orang Vietnam.
Sifat - Sifat Mulia dan Kepahlawanan Guan Gong :
Kisah tentang sifat-sifat Ksatria - Kejujuran, Kesetiaan dan Keadilan
dari Guan Gong sebagai seorang Panglima Perang dapat kita baca dalam
banyak episode di dalam Kisah San Guo/Sam Kok - Kisah tentang Tiga
Kerajaan. Kisah Tiga Kerajaan ini adalah sebuah Karya Sastera Sejarah
yang sangat terkenal, menarik dan daripadanya - kita dapat belajar
banyak tentang hakekat sifat Kepahlawanan, sifat Ksatria - Kejujuran,
Kesetiaan, Keadilan, Keberanian dan Keteguhan Hati dalam mempertahankan
Prinsip-Prinsip Kebenaran dari Panglima Perang Guan Gong.
Buku Kisah Tiga Kerajaan / San Guo / Sam Kok ini telah ada dan
diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Karya Klasik ini memang tak lekang
oleh jaman dan sungguh merupakan suatu bacaan yang sangat menarik dan
bermanfaat untuk menanamkan dan mengajarkan satu sikap Budi Pekerti yang
baik. Budi Pekerti dari seorang manusia yang ber Tingkat Kesadaran
Batin Tinggi - yang amat patut ditiru dan diikuti dalam hidup - apabila
kita memang berniat menjadi seorang manusia mulia. Ilustrasi tentang
sikap mulia dari panglima Besar Guan Gong dapat kita baca secara lengkap
dalam Kisah San Guo - dan salah satu petikannya adalah seperti di bawah
ini :
Setelah melewati beberapa kali pertempuran, pasukan Cao Cao terdesak
oleh gabungan kekuatan antara pasukan Liu Bei dan Sun Quan. Akhirnya -
dengan pasukan yang telah hancur lebur - Cao Cao pun mundur ke Utara
melewati sebuah celah - celah Huarong dimana Guan Yu telah menunggu
untuk menghabisinya atas tugas dari Zhuge Liang.
Guan Yu memang ditugasi untuk mencegat dan membunuh Cao Cao di celah
Huarong. Tetapi ketika Cao Cao telah ada dihadapannya - dalam keadaan
lusuh nelangsa - pasukannya telah hancur lebur tinggal beberapa - dan
kemudian Cao Cao berlutut di hadapannya - hati Guan Yu - manusia budiman
ini tergerak. Ia teringat bahwa suatu kali di waktu lampau - Cao Cao
pernah menolong dirinya.
Atas pertimbangan ini - Guan Yu membuat keputusan besar - ia membebaskan
Cao Cao dan membiarkannya berlalu. Konsekwensinya amat berat dan karena
itu segera Guan Yu menghadap Zhuge Liang - melaporkan apa yang telah
terjadi dan menyatakan bahwa ia siap menanggung segala hukuman yang akan
dijatuhkan kepadanya.
Zhuge Liang - atas desakan Liu Bei kemudian memang memaafkan Guan Yu.
Ironisnya - di kemudian hari - Cao Cao yang telah dibebaskan oleh Guan
Yu - ternyata ketika keadaan kemudian terbalik - tega menghukum mati
dirinya.
Memang - itulah perbedaan sifat seorang ksatria sejati dan seseorang
yang bersifat licik dan penuh tipu daya. Dan untuk sifat ksatria -
selalu mengingat budi baik itu - Guan Yu amat dikagumi. Inilah sifat
seorang ksatria sejati.
Ini hanyalah satu contoh dari sikap dan tindakan Guan Yu yang
menunjukkan betapa dirinya adalah seorang manusia mulia. Seorang ksatria
sejati yang amat sangat sulit dicari duanya. Dan untuk sifat-sifat
inilah Guan Yu - pada akhirnya kemudian didaulat menjadi seorang Dewa -
bahkan seorang Mahadewa.Ksatria Bermuka Merah :
Kadang-kadang kita jumpai rupang/patung Mahadewa Guan Gong - dimana
beliau digambarkan sebagai seorang Ksatria Bermuka Merah - seluruh
wajahnya berwarna merah. Tentang wajah yang berwarna merah ini - memang
ada kisah-nya tersendiri.
Dikisahkan bahwa suatu kali dalam pengembaraannya Guan Yu berjumpa
dengan seorang tua yang sedang meratap menangis sedih. Ketika Guan Yu
menanyakan apa yang terjadi - ia mendengar cerita bahwa orang tua
tersebut sangat sedih karena anak perempuan satu-satunya telah diambil
secara paksa oleh Wedana stetempat untuk dijadikan gundik.
Guan Yu yang berwatak budiman dan sangat membenci perbuatan yang
sewenang-wenang - itu pun segera naik darah. Dibunuhnya Wedana jahat itu
dan dikembalikannya gadis yang dirampas untuk dijadikan gundik itu
kepada orangtuanya. Tetapi dengan perbuatannya itu - Guan Yu kemudian
menjadi buron dan dikejar-kejar oleh tentara setempat.
Guan Yu pun melarikan diri untuk menghindari pengejaran. Ketika ia tiba
di celah Dong Gua yang terletak di Propinsi Shanxi - Guan Yu membasuh
mukanya di sebuah sendang kecil di pegunungan itu. Terjadi keajaiban.
Seketika - tanpa dinyana - seluruh wajahnya berubah menjadi berwarna
merah sehingga Guan Yu sudah tak dapat dikenali lagi. Dengan mudah -
kemudian Guan Yu pun menyelinap, menghindar dan kemudian melarikan diri
dari kejaran para tentara yang telah ditugasi untuk menangkap dirinya.
Guan Gong :
Taois, Buddhis atau Konfusianis ?
Guan Gong yang terus mempertahankan sifat kejujuran, sifat kesetiakawan
dan sifat seorang ksatria sejati yang pantang jatuh dalam godaan duniawi
- akhirnya justru mengalami nasib tragis. Ia dihukum mati karena
mempertahankan prinsip hidupnya yang kuat. Dihukum mati oleh - Cao Cao -
seseorang yang pernah diselamatkannya dari maut. Tapi kematiannya ini
sekaligus juga telah menjadikannya dipuja sebagai seorang Dewa - bahkan
seorang Mahadewa. Mahadewa Guan Gong - Kongco Kwan Kong - sang Dewa
Keadilan, Kejujuran dan Kesetiakawanan.
Penghormatan terhadap Guan Gong sebagai seorang ksatria yang selalu
berpegang teguh pada sumpahnya - yang tidak pernah sekali pun goyah akan
harta dan kekuasaan juga menyebabkan ia mendapat penghormatan sangat
tinggi dari para Kaisar Tiongkok di jaman-jaman berikutnya.
Guan Gong memperoleh gelar yang luarbiasa - yaitu sebagai Te atau Di.
Lengkapnya - Kwan Te Ya atau Guan Di Ye yang berarti Mahadewa atau
Maharaja. Dalam hierarki kedewaan - ini menempatkan beliau pada satu
kedudukan kedewaan yang sungguh amat tinggi - seperti halnya Hian Thian
Siang Te ( Xuan Tian Shang Di ) - salah satu Dewa tertinggi dalam
Hierarki Kedewaan Taoisme.
Karenanya - Mahadewa Guan Gong - oleh Kaum Taois dianggap sebagai salah
satu Dewa mereka - dan ditempatkan dalam salah satu hierarki yang sangat
tinggi.
Sedangkan Kaum Konfusianis - menganggap Guan Gong adalah seorang
Konfusianis - oleh karena konon pada masa hidupnya Guan Gong sering
kedapatan sedang membaca Kitab Chun Qiu - yang ditulis oleh Nabi Kong Zi
/ Nabi Khong Hu Cu. Pose Guan Gong sedang membaca Kitab Chun Qiu ini
banyak disukai dan menjadi obyek bagi para pelukis dan pemahat-pemahat
pada jaman kemudian.
Kaum Buddhis pun tak ketinggalan dan memberi gelar Bodhisattva
Sangharama - Bodhisattva sang Penjaga Dharma - Bodhisattva Pelindung
Buddhadharma.
Mahadewa Guan Gong - sebagai dewata memang kemudian dipuja oleh baik pengikut Taoisme, Buddhisme mau pun Konfusianisme.
Kaum Taois memujanya sebagai Dewa pelindung dari Malapetaka Peperangan.
Kaum Konfusianis memujanya sebagai Dewa Kesusasteraan - sedangkan Kaum
Buddhis seperti telah disebutkan tadi memujanya sebagai Bodhisattva
Sangharama - sang Penjaga Dharma !!
Penutup
Pada hemat saya - pada dasarnya sebagian besar manusia kagum dan
mendambakan sifat-sifat mulia seperti Kejujuran, Kesetiaaan, Keadilan -
Sifat Dapat Dipercaya - Sikap Memegang Janji dan Kata-Kata. Sifat
Ksatria yang mengesampingkan pamrih diri sendiri dan tahan terhadap
godaan duniawi. Sifat Setiakawanan dan mampu membina Persahabatan
Sejati.
Sifat-sifat semacam ini sungguh hanya dapat muncul dari satu pribadi
yang bertingkat kesadaran batin sangat tinggi. Pribadi yang telah dapat
mengalahkan sifat-sifat angkara di dalam dirinya sendiri. Dan manusia
yang dapat bersikap seperti ini sungguh hampir tak pernah kita temui.
Manusia semacam ini adalah sungguh seorang manusia yang amat langka.
Karenanya tidaklah mengherankan mengapa Guan Gong begitu dihormati - dan
sebagai Mahadewa Guan Gong - altarnya terdapat hampir di semua
Kelenteng - dan gambar serta rupang/patung dirinya kita temui
dimana-mana. Ini merupakan suatu bentuk penghormatan yang sesungguhnya -
dan saya pikir - hal ini sungguh sangat wajar. Pribadi dengan
sifat-sifat yang luarbiasa - tentu sangat patut dihormati.
Apabila kita renungkan - apakah yang akan dilakukan sebagian besar
manusia dalam posisi seperti Guan Gong ? Jawabnya saya kira tak sukar
dan amat jelas - sebagian besar manusia dalam posisinya akan melakukan
apa yang menguntungkan dan menyelamatkan dirinya sendiri saja.
Apalagi di masa sekarang ini. Kita lihat saja di dekat dekat kita betapa
mereka yang mempunyai kekuasaan dan kedudukan telah begitu banyak yang
kehilangan hati. Kekuasaan dan kedudukan dipakai hanya untuk kepentingan
diri pribadi atau kelompoknya - jauh sekali dibandingkan apa yang
dilakukan oleh seorang Guan Yu - seorang Guan Gong.
Pendapat pribadi saya - sebagai seorang Buddhis - Guan Gong - sang
Mahadewa memang sungguh pantas dan patut diberi gelar kehormatan sebagai
seorang Bodhisattva Sangharama - sang Penjaga Dharma.
Figur Guan Gong dalam altar pemujaan sering ditampilkan berpakaian
perang lengkap - kadang kadang tampak tampil membaca buku bersama putra
angkatnya - Guan Ping (Koan Ping) yang memegang cap kebesaran - dan Zhou
Yang - pengawalnya yang setia - bertampang hitam brewokan memegang
sebuah golok berlukiskan Naga Hijau mengejar Rembulan.
Hari Kelahiran Mahadewa Guan Gong diperingati pada Bulan ke 6 - Tanggal
24 Imlek yang tahun 2010 ini jatuh pada tanggal 4 Agustus yang lalu.
Hari Kelahiran / Se -Jit-nya ini diperingati hampir di semua Kelenteng -
karena hampir semua Kelenteng menempatkan Mahadewa Guan Gong di salah
satu Altar Puja-nya. Di Indonesia - perayaan yang sungguh luarbiasa
meriah selalu berlangsung setiap tahun di Kelenteng Kwan Sing Bio di
kota Tuban - dimana Mahadewa Guan Gong dipuja di Altar Utama. Puluhan
ribu orang/umat dari seluruh penjuru Indonesia memadati kota Tuban pada
seputar hari Se-Jit itu untuk merayakan Hari Ulang Tahun dari Mahadewa
yang sangat luas dipuja dan dikagumi ini.
Akhirnya . . .
Guan Gong. Lambang dari Sifat-Sifat Mulia manusia. Sifat Setia, Jujur,
Adil, Dapat Dipercaya - Selalu memegang Kata-Kata. Manusia yang
berpegang teguh pada Prinsip-Prinsip Kebenaran. Seorang Ksatria Sejati.
Tanah Nusantara - Indonesia - juga memiliki seorang Guan Gong. Dan dia
adalah Patih Gajahmada. Sang Mahapatih Gajahmada. Pembawa kejayaan satu
Kerajaan Besar di Nusantara - Majapahit - pada masanya. Seorang
Mahapatih yang selalu mengesampingkan kepentingan dan pamrih-pamrih
pribadi. Seorang Pengabdi Negara yang sangat setia. Seorang Mahapatih
yang rela ber- Sumpah Palapa - sebelum seluruh Nusantara bersatu dalam
satu Kerajaan Besar - berwilayah luas membentang dari Sumatera ke Papua
yang mencakup pula Semenanjung Melayu dan Maluku.
Presiden Pertama Indonesia - Soekarno - seorang Pemikir Cerdas,
Budayawan Besar, Pemimpin yang ber - Visi Luas dan Jauh ke Depan - telah
meng-adopsi banyak dari Kerajaan Majapahit demi kebesaran dan kejayaan
negeri ini. Bendera Negara - Sang Saka Merah Putih, Dasar dan Falsafah
Negara - Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika - semuanya diadopsi dari
Majapahit pada masa Majapahit berada di bawah kendali kuat Sang
Mahapatih Gajahmada. Sang Mahapatih memang adalah figur kunci yang
membawa Majapahit pada puncak kejayaannya. Guan Gong nun jauh di sana -
dan Mahapatih Gajahmada di Nusantara keduanya mempunyai kualitas
kemanusiaan yang sama.
_____________
Dari kota Jombang menuju arah Mojokerto - sekitar sepuluh kilometer di
sebelah kanan Jalan Raya - anda akan melihat satu Gapura Besar yang
terbuat dari batu bata merah megah berdiri. Itulah bekas Gapura Besar -
Gapura yang dulunya merupakan Pintu Masuk Utama Kerajaan Majapahit.
Di kiri kanan Gapura - dalam radius puluhan kilometer terdapat
situs-situs dari bekas Kerajaan Besar ini. Ada tempat bernama Wisudha -
itulah tempat Sang Mahapatih mengucapkan Sumpah Palapa. Ada Candi
Penataran - tempat yang disukai beliau untuk menyepi dan bermeditasi.
Ada lagi satu tempat di tepi hutan - dimana terdapat sebuah batu besar -
tempat Mahapatih Gajahmada undur dari dunia - menyepi dan bertapa -
setelah terjadi satu perselisihan paham yang menyebabkan beliau memilih
mundur dan meletakkan jabatan-nya sebagai seorang Mahapatih. Mahapatih
Gajahmada - memilih memegang prinsip hidup yang ia yakini sebagai
kebenaran daripada sekedar mempertahankan kedudukan. Di tempat ini konon
sang Mahapatih bertapa dan mengasah kehidupan spiritualnya hingga -
konon menurut cerita - beliau mencapai Mokhsa.
Batu besar yang ada di tempat ini - mengingatkan saya pada batu besar
yang ada di tempat pertapaan Tan Tiek Sioe (Sian). Tan Tiek Sioe adalah
seorang Petapa Taois yang dikenal sebagai Petapa Sakti dari Gunung Wilis
- yang pada masa hidupnya dikenal dan dipuja oleh masyarakat Tionghoa
pada waktu itu.
Bertapa dengan cara bersandar pada batu besar merupakan satu cara tapa
Taois yang entah bagaimana ternyata dilakukan pula oleh Mahapatih
Gajahmada.
Semata-mata karena kekaguman pribadi - saya meletakkan Lukisan dari
Mahapatih Gajahmada di Altar Puja saya - dan untuk alasan itu pula -
saya menyebut beliau sebagai Kongco Mada.
Guan Gong. Mahapatih Gajahmada. Manusia-Manusia dengan Sifat Mulia.
Manusia yang amat sangat pantas dihormati. Nabi Besar Tiongkok - Kong
Zi/Khong Hu Cu mengajarkan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk
menjadi seorang Kun Tse - seorang Manusia yang Berwatak Mulia. Manusia
memang seyogyanya dihormati dari Watak Sejatinya. Dan dari ketinggian
Tingkat Kesadaran Batin yang ada di dalam dirinya.
0 comments:
Post a Comment